Disposable income atau pendapatan yang dapat dibuang adalah ukuran keuangan yang memungkinkan Anda untuk melihat berapa banyak yang dapat Anda belanjakan setelah dipotong pajak dan potongan lainnya. Mengetahui apa itu disposable income (DPI) sangat penting baik jika Anda adalah seorang karyawan maupun pemilik bisnis untuk memastikan bahwa Anda memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan Anda. Pada artikel ini akan dijelaskan rumus, cara menghitung, dan peran disposable income.
Rumus dan Cara Menghitung Disposable Income
Berikut ini rumus untuk menghitung disposable income:
Disposable Income = Pendapatan Kotor – Pajak yang Dipotong
Jika penghasilan Anda Rp 3.000.000 setiap bulan dan perusahaan memotong Rp 250.000 untuk pajak, maka disposable income Anda yaitu Rp 2.750.000. Pemotongan mungkin akan berbeda untuk setiap perusahaan atau bisnis. Sementara itu, jika Anda seorang wiraswasta, maka Anda mungkin tidak dipotong pajak sehingga dapat menerima lebih banyak disposable income. Namun, Anda dapat menggunakan kalkulator pajak wiraswasta untuk menentukan berapa banyak kewajiban pajak yang Anda miliki. Dengan begitu, Anda dapat menyisihkan uang saat Anda membayar perkiraan pajak ke Ditjen Pajak.
Peran Disposable Income
Disposable Income memiliki peran yang sangat penting karena membantu dalam menentukan beberapa hal, antara lain yaitu:
1. Standar Hidup Ekonomi
Karena harus membayar pajak penghasilan, maka seseorang hanya mendapatkan sebagian dari pendapatan yang dapat dibelanjakan. Hal ini yang menentukan standar hidup seseorang dalam membeli makanan, pakaian, dan lainnya. Hal ini memungkinkan pemasar merancang strategi penetapan harga yang tepat sehingga kelompok konsumen yang ditargetkan merasa nyaman saat membeli produk. Seringkali, saat menentukan target audiens, sebagian besar pemasar melakukan kesalahan dengan melewatkan DPI sehingga harga yang ditetapkan untuk suatu produk di luar jangkauan sebagian besar konsumen sehingga kurang diminati pembeli. Untuk menghindari hal itu, penting untuk mempertimbangkan pendapatan yang dapat dibuang dan bukan pendapatan riil konsumen.
2. Marginal Propensity to Consume (MPC)
MPC adalah konsep ekonomi yang memberikan gambaran tentang pola pengeluaran individu untuk mengkonsumsi lebih banyak komoditas. Misalnya, saat penghasilan seseorang bertambah, maka disposable income juga mengalami peningkatan. Meski begitu, mungkin saja terjadi bahwa meskipun DPI meningkat, namun konsumsi akan tetap sama. Dalam hal ini, MPC marginal akan rendah dan konsumen tersebut tidak akan membeli sampai didorong untuk melakukannya sehingga pemasar perlu memberikan promosi. Namun, ketika MPC lebih dari peningkatan DPI, hal itu menandakan bahwa konsumen tertentu boros sehingga pemasar tidak perlu memberikan usaha yang berlebihan karena konsumen akan membeli komoditas secara default.
3. Marginal Propensity to Save (MPS)
MPS adalah persentase konsumen individu yang bersedia meningkatkan tabungan saat DPI meningkat. Melihat hal itu, pemasar dapat memiliki dua pilihan. Pertama, mendorong mereka untuk menabung lebih banyak dengan menarik mereka ke arah reksadana, skema tabungan jangka panjang dan investasi lainnya Kedua, melakukan upaya ekstensif untuk mengubah mereka dari target potensial menjadi pelanggan nyata. Dengan menggunakan salah satu cara tersebut, maka pemasar dapat memotivasi mereka untuk membelanjakan lebih banyak lagi.
4. Tingkat Tabungan Pribadi
Tingkat tabungan pribadi adalah jumlah bersih yang tersisa setelah membelanjakan hasil dari DPI. Dengan mengetahui hal ini, pemasar mendapatkan gambaran tentang target konsumen potensial baru. Selain itu, Tingkat tabungan pribadi juga menginformasikan tentang kecenderungan belanja dan tabungan rumah tangga. Hal ini mencerminkan pikiran dan psikologi konsumen yang dapat digunakan untuk menyusun strategi promosi dan kampanye untuk menarik minat konsumen baru membeli produk baru atau yang sudah ada.